Seorang gadis sedang bersimpuh di
depan gundukan tanah. Air matanya terus mengalir. Satu persatu orang mulai
meninggalkan tempat itu sambil menepuk pundak gadis itu untuk sekedar memberi
ketabahan dan kekuatan. Seorang pemuda kini berada di sampingnya.
“Oik, kita pulang yuk” Ajak
pemuda itu ia merangkul pundak gadis tadi. Namun gadis yang di panggil Oik itu
hanya terdiam seakan tak mampu untuk melangkahkan kakinya untuk meninggalkan
tempat itu. Untuk sekedar bicarapun sulit.
“Nggak Kka. Aku masih mau disini.
Kasihan bunda di dalam sana.” Ujar Oik dengan suara parau.
“Iya, aku ngerti. Tapi kamu kan
masih punya Om Riko. Masih ada Acha dan Sivia sahabatmu dan. Aku” ujarnya
meyakinkan.
“Kalo gitu kalian pulang dulu
aja. Aku masih pingin disini nemenin bunda.” Seorang pria paruh baya datang
menghampiri keduanya.
“Oik sayang kita pulang ya. Ayah
nggak mau kamu gini. Tuh liat Cakka, Acha, sama Sivia. Kasihan mereka nungguin,
lagian juga kalo bunda liat kamu gini, dia pasti sedih.” Ujarnya lembut.
Oik mengalihkan pandangan dari
gundukan tanah yang bertuliskan ‘Zahra Dianara’.
“Baiklah Oik pulang” Ujar Oik
akhirnya karna ia tak mau melihat orang yang ia sayangi sedih. Dan juga ia tak
berani melawan ayahnya. Sebelumnya Oik berkata “Bunda, Oik pulang dulu ya. Hiks..
“ ujarnya masih sesenggukan. “Bunda hati-hati ya. Bunda jangan sedih, Oik bakal
baik-baik kok disini. Selamat jalan bunda” Oik mengusap nisan bundanya dengan
sayang, kemudian ia menciumnya singkat. “Oik pulang bunda. Ntar Oik kesini lagi
kok” Sivia dan Acha ikutan sedih melihat sahabatnya, sesekali mereka meneteskan
mata. Cakka hanya bisa memandang Oik dengan tatapan pilu, rasanya ia sangat
ingin memeluk gadis itu. Sedangkan ayah Oik hanya bisa menangis dalam kebisuan.
Beliau mulai melangkah duluan meninggalkan keempatnya, rasanya ia tak ingin hal
ini terjadi. Melihat anaknya menangis menambah sesak dalam hatinya.
Akhirnya
mereka pun meninggalkan pemakaman itu dengan Oik berada dalam pelukan Cakka, di
sebelah kanan mereka ada Acha dan Sivia yang ikut berjalan sambil mengusap
punggung Oik.
***
1
Bulan telah berlalu semenjak meninggalnya sang bunda. Sedikit-sedikit Oik mulai
bisa menerima kenyataan. Walaupun hatinya masih belum rela dan memendam
kesedihan itu. Tapi di depan teman-temannya dan Ayahnya ia berusaha untuk
selalu menampilkan keceriaan yang dulu selalu ia miliki. Seolah-olah tak terjadi
apa-apa.
Setelah
satu bulan disibukkan dengan pekerjaannya, tiba-tiba ayahnya mengajak Oik untuk
dinner bersama Sabtu ini, seperti dulu sebelum bundanya meninggal. Katanya Ayah
Riko ingin bercerita-cerita. Soalnya sudah lama mereka tak melakukan hal itu
lagi.
Saat
ini Oik dan ayahnya sudah berada di salah satu restoran mewah yang ada di Kota
Bandung.
“Ayah, ayah mau bicara apa?
Katanya ada yang penting?”Tanya Oik membuka pembicaraan.
“Oik, bicaranya nanti dulu ya.
Nunggu seseorang bentar.” Kata ayahnya dengan senyum.
Saat Oik sedang sibuk dengan
minumannya, tiba-tiba saja
“Hai Riko” sapa seseorang.
‘mungkin itu yang ayah tunggu’
pikir Oik masih sibuk dengan minumannya.
“Hai Shilla, silahkan duduk” ajak
ayah Oik.
“Baiklah, Udah nunggu lama ya?”
tanyanya.
“Ah enggak, biasa aja.” Kemudian
Ayah Riko berpaling kepada Oik. “Oh ya, Ik kenalin ini tante Shilla. Shilla ini
Oik anakku”
“Oh jadi ini anakmu? Udah besar
ya ternyata? Cantik lagi seperti bundanya.” Ujar Shilla.
“Hay tante, makasih.” Balas Oik
senang.
Pembicaraanpun berlangsung cukup
lama.
***
Oik
baru saja pulang dari sekolahnya dengan diantar Cakka menggunakan motor CBR
yellownya.
“Makasih ya Kka” kata Oik setelah
turun dari motor itu.
“Iya sama-sama. Em, ya udah
sekarang kamu masuk gih” suruh Cakka lembut.
“Lho? Kamu nggak pulang?” tanya
Oik bingung.
“Nanti aku pulang setelah mastiin
kamu udah masuk rumah atau belum” cengirnya.
“Ih kamu bisa aja. Ya udah deh
aku masuk dulu ya. Hati-hati di jalan”
“Sipp deh”
Setelah
Oik masuk ke rumahnya, Cakka segera melesatkan motornya pergi meninggalkan
rumah Oik.
Oik
pun berjalan memasuki rumah. Seperti biasa di rumah hanya ada bibik dan
dirinya. Jam segini Ayahnya pasti belum pulang. Namun saat Oik akan menaiki
tangga menuju kamarnya ada orang yang menyapanya.
“Tadi di anter siapa Ik?” Tanya
orang itu. Oik mengalihkan pandangannya ia mendapati ayahnya sedang duduk di
ruang keluarga yang tempatnya berdekatan dengan tangga.
“Eh yah, udah pulang? Tumben banget.”
Ia tak menjawab pertanyaan ayahnya malah balik bertanya.
“Iya ayah udah pulang kok, kamu
ditanya malah balik tanya. Tadi Cakka ya?” tanya ayahnya jahil.
“Ih ayah, apa deh. Iya tadi emang
Cakka yang anter Oik pulang. Kenapa?” Ujaar Oik cemberut mendapat ledekan dari
ayahnya.
“Nggak kenapa-kenapa. Tapi kalo
ayah liat, kalian cocok deh.”
“Mulai deh. ah udah ah jangan
bahas itu. Oik malu tau”
“Eh nggak percaya. Kayaknya Cakka
tuh suka sama kamu. Kamu juga suka kan sama dia? Hayooo”
“Ih ayah udah. Oik ngambek nih”
Bibirnya udah makin maju.
“Iya deh iya, ih kamu jelek tau
kayak gitu. Hahaha...” tawa ayahnya meledak. “Ik, ayah mau tanya serius nih
sama kamu” Ujar ayahnya yang udah berhenti tertawa dan wajahnya berubah serius.
Oik pun duduk di sebelah ayahnya.
“Tanya apa yah?” tanyanya
bingung.
“Em, kalo kamu punya bunda baru
setuju nggak?” tanyanya lagi yang membuat Oik cengo.
‘Bunda baru? Ok deh, mungkin ini
jalan yang baik untuk membuat ayah bahagia lagi dengan bunda baru tentunya’
bati Oik dan tersenyum.
“Emangnya bunda barunya siapa
yah?” tanya Oik penasaran.
“Tante Shilla” jawabnya singkat. “Tapi
ya kalo kamu nggak mau juga nggak apa-apa kok. Ayah ngerti”
“Oik sih setuju-setuju aja,
asalkan ayah bahagia dengan tante Shilla. Lagian juga kalo diliat-liat dia baik
baik, cantik, apa lagi ya? Tapi itu terserah ayah juga. dan pastinya harus
minta ijin dulu sama bunda zahra Ok ;)”
“Makasih Oik, kamu anak ayah yang
paling baik deh, paling cantik, paling segalanya. Ayah janji ayah nggak bakal
ngelupain kamu sama bunda Zahra.” Sangking senengnya Ayah Riko memeluk Oik
erat.
“Ayah, emangnya anak ayah siapa
lagi?” tanya Oik bingung.
“E... enggak ada. Hehehe”
cengirnya.
“Ya iyalah Oik paling cantik,
baik, dan segalanya orang anak ayah cuman Oik doang”
***
Beberapa
bulan telah berlalu semenjak pernikahan Shilla dan Riko. Dan selama itu pula
Shilla sangat baik kepada Oik. Bahkan ia mengajak Oik Shopping bareng, makan
bareng. Selama itu pula ia merasa sangat senang. Bundanya seperti kembali lagi.
Namun
pada suatu hari saat Ayah Riko pergi untuk mengurus proyeknya yang berada di
Kalimantan, tante Shilla yang notabennya ‘bunda baru’ Oik tiba-tiba saja
sikapnya berubah total nggak seperti biasanya. Ia cepat marah, dan terkadang
pekerjaan rumah Oik disuruhnya untuk membersihkan. Padahal sudah ada Bibi yang
mengurusnya. Apa ini tanda-tanda peran ibu tiri untuk menyiksa anak tirinya
akan segera dimulai? Entahlah.
Hari ini semua murid di SMU
Antariksa tempat Oik dan kawan-kawan bersekolah dipulangkan lebih awal. Saat
Oik, Acha dan Sivia sedang berjalan di koridor, tiba-tiba saja ada beberapa
anak yang menghampirinya.
“Hay Ik, kita pulang bareng yuk?”
ajak cowok itu yang tak lain adalah Cakka.
“Em, tapi aku sama Acha sama
Sivia” ujar Oik sambil melihat Acha dan Sivia bergantian.
“Udahlah Ik kita nggak apa-apa
kok.” Ujar Sivia berusaha mengerti.
“Iya, mending loe balik aja sama
Cakka. Tenang aja Acha balik bareng gue kok” Kata salah satu cowok diantara
kedua teman Cakka. Dia Ozy yang segera pindah tempat untuk merangkul Acha.
“Dan Via sama gue” ujar cowok
satunya lagi Gabriel.
“Iya Ik, kita nggak apa-apa kok. Kasihan
tuh Cakka udah nunggu lama” Ujar Acha.
“Ya udah deh. Yuk Kka pulang”
Kata Oik akhirnya.
Cakka dan Oik pun meninggalkan ke
empat temannya.
Saat di parkiran,
“Ik, jalan-jalan bentar yuk.” Ajak
Cakka
“Tapi Kka, aku nggak bisa” Jawab
Oik merasa bersalah.
“Lho kenapa? Dulu juga kita
sering jalan.” Tanya Cakka bingung, merasa aneh dengan sikap Oik akhir-akhir
ini. Walaupun mereka semua udah tau kalo Cakka suka sama Oik semenjak Cakka
belum putus dengan Nadya beberapa bulan yang lalu. Sampai saat ini walaupun ia
telah putus dengan Nadya, namun rasanya belum berani untuk ia nyatakan cinta ke
Oik secara langsung.
“Iya sih. Tapi aku harus
bantu-bantu bunda Shilla di rumah.”
“Bukannya di rumahmu udah ada
bibi?” Tanya Cakka semakin bingun. “Ayolah Ik sekali ini saja” mohon Cakka
sangat. Oik jadi tak tega sendiri melihat Cakka memelas gitu.
“Iya deh. Ya udah yuk pergi
sekarang. Tapi ntar pulangnya jangan kesorean ya”
“Sipp bos. Yuk naik”
Setelah
itu mereka melesat dengan motor CBR Cakka. Oik memeluk pinggang Cakka erat,
karna ia taku jatuh. Habisnya Cakka kalo naik motor kenceng banget. Jadi ngeri
sendiri.
Cakka
mengajak Oik ke suatu tempat yang sengat indah. Sebuah danau yang airnya masih
terlihat jernih tanpa sampah atau limbah sekalipun. Disana ada perahu, Cakka
mengajak Oik menaiki perahu itu.
“Ik, kita naik perahu yuk.” Ajak
Cakka sambil berlari menggandeng tangan oik.
‘Deg’
Entah perasaan apa yang kini
singgah di hati Oik, seakan semua masalahnya lenyap seketika.
“Aku takut kalo jatuh Kka” Ujar
Oik setelah mereka berdua telah sampai di situ. Tempat dimana perahu berada.
“Udah nggak apa-apa. Ada aku kok
yang slalu ada buat kamu. Kamu nggak bakal jatuh deh.” Kata Cakka meyakinkan.
Oik hanya mengangguk dan
tersenyum.
Setelah
mereka menaiki perahu, perahupun mulai didayung Cakka agar berjalan. Oik
menikmati udara luar yang udah lama ia tak hirup. Sudah lama ia tak melakukan
ini, Ia jadi ingat dengan bundanya.
“Oik, gimana kamu suka nggak?”
Tanya Cakka yang daritadi memperhatikan Oik.
“Suka, suka banget malah. Aku
jadi kangen nih sama bunda. Apa kabarnya bunda disana ya?” tanya Oik, seperti
kepada dirinya sendiri. Cakka yang melihatnya pun menghibur Oik.
“Syukur deh kalo kamu suka
tempatnya. Udah dong, jangan sedih lagi ya. Tante Zahra pasti bahagia kok
disana asalkan kamu tersenyum.” Senyum Cakka. “Oh iya Ik, sebenernya aku mau
bilang kalo aku...” Ucapnya menggantung.
“kamu mau ngomong apa kka?” tanya
Oik bingung.
“Aku suka Ik sama kamu. Aku cinta
sama kamu. Kamu bisakan liat itu semua dari mataku?” Ujarnya.
Oik
kini diam, tak percaya dengan pernyataan Cakka barusan. Ia deg-degan, ia grogi,
ia salting di tatap Cakka seperti itu.
Cakka memegang dagu Oik dan
mengangkatnya agar bisa menatap mata Oik.“Tatap mataku Ik” mohonnya. “Apakah
kamu mau jadi gadisku?” tanya Cakka lembut.
Oik menolehkan wajahnya agar
matanya tak bertatapan dengan Cakka.“Tapi Kka..”
“Kamu nggak percaya Ik?” tanya
Cakka kecewa.
“Bukan gitu Kka, aku percaya kok.
Tapi aku...”
“Kamu kenapa Ik? Apa udah ada
orang lain di hatimu sekarang?” Tanyanya lesu.
“Nggak kok. Kasih aku waktu Kka
buat jawab pertanyaan kamu” Kata Oik akhirnya.
“Ya udah, sampai kapan pun aku
akan menunggumu Ik. Aku nggak akan memaksa kok” Cakka tersenyum. Oik pun
mebalasnya senyum.
Tak
terasa langit sudah berubah warna menjadi jingga. Sebentar lagi matahari akan
tenggelam. Oik yang baru menyadarinya akhirnya meminta Cakka untuk
mengantarkannya pulang. Ia takut bila nanti sampai di rumah. Mereka pun
meninggalkan danau itu dan melesat menuju rumah Oik.
Oik
turun dari motor Cakka di depan sebuah rumah megah, ia menyerahkan helm yang
tadi ia pakai.
“Sekali lagi makasih ya Kka,
untuk hari ini.” Ujar Oik.
“Iya sama-sama, kamu nggak usah
lebay gitu deh.” Cakka mengacak rambut Oik.
“ehhehehe... ya udah deh aku
masuk dulu.”
“Iya. Aku pulang dulu.” Tanpa disangka
Cakka pinggang Oik mendekat ke arahnya, ternyata ia mengecup kening Oik.
Setelahnya
Cakka pergi, ia pun masuk ke dalam rumah dengan senyum-senyum sendiri.
“Enak ya, anak SMU balik hampir Maghrib. Di antar
pacar, dicium lagi” Suara pedas Bunda Shilla membuatnya berhenti dan menunduk.
“Tadi bukan pacar Oik kok bun. Tadi
itu ada pelajaran tambahan” Kata Oik, ia terpaksa berbohong agar Bunda Shilla
tak marah. Namun perkiraannya salah.
“Enggak usah panggil-panggil
bunda deh” Ketusnya. “Sejak kapan aku ngelahirin kamu hah? Sekarang bunda
tersayangmu itu udah mati. Sebentar lagi ayahmu akan jatuh ke tanganku”
Mendengar itu Oik langsung mendongak kaget,
“Tan..tante mau apakan ayah? Ayah
nggak salah apa-apa tante. Udah cukup Oik saja” tak terasa airmatanya jatuh
membasahi pipinya.
“kamu gak perlu tahu apa yang
akan saya lakukan kepada kalian. Permainan baru saja kita mulai Oik sayang”
ujarnya dengan senyum sinis. “Sekarang mending kamu bersihin seluruh rumah ini!
Besok kamu cuci semua baju-baju kotor, pembantu pulang kampung. Kamu kerjain
semuanya sendiri! Halaman depan sama belakang juga, jangan lupa kolam renang di
kuras.” Ujarnya, saat mau meninggalkan Oik, ia behenti sejenak. “Oh ya, awas
aja kalo kamu sampe berani bilang sama semua orang tentang hal ini terutama
sama ayah tercintamu itu”
Oik
tak bisa menolak ataupun membantahnya. Bukannya ia takut sama Ibu tirinya, tapi
ia tak mau terjadi apa-apa dengan ayahnya.
Setelah
mandi Oik langsung mengerjakan pekerjaannya. Ia ingin semua selesai dengan
cepat. Lagian ini juga bukan yang pertama kalinya Ibu tirinya itu menyuruhnya
buat mengerjakan urusan rumah tangga ini. Oik memulainya dari menyapu rumah.
Tak
terasa hari sudah larut, bersamaan dengan itu ia telah menyelesaikan semua
pekerjaannya. Tak ada pikiran buat makan malam, Ia langsung merebahkan diri di
kasurnya yang empuk. Rasanya ia ingin kabur, atau apalah gitu agar bisa bebas
dari penderitaan ini. Syukur-syukur ayahnya bisa pulang secepatnya.
Oik
mengambil Sebuah album foto berukuran besar berwarna biru tua yang terletak di
atas pianonya. Ia mulai membuka satu persatu lembaran foto itu, ia mulai mengingat-ingat
kejadian-demi kejadian. Disana ada foto bundanya. Bunda saat menggendongnya
waktu kecil, saat bermain boneka.
Kubuka album biru
Penuh debu dan usang
Kupandangi semua
gambar diri
Kecil bersih belum
ternoda
Pikirkupun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita
orang
Tentang riwayatku
Reff
Kata, mereka diriku
selalu dimanja
Kata, mereka diriku
selalu ditimang
Nada-nada yang indah
Selalu terurai
darinya
Tangisan nakal dari
bibirku
Takkan jadi deritanya
Tangan halus dan suci
Telah mengangkat
tubuh ini
Jiwa raga dan seluruh
hidup
Rela dia berikan
Back to Reef
*Oh.. bunda ada dan
tiada dirimu
Kan selalu ada di
dalam hidupku
Oik
mengakhiri lagu itu denga air mata yang kini sudah membentuk anak sungai di
kedua pipinya. Bersamaan dengan itu pula ia sampai di halaman terakhir album
foto itu.
“Bunda, Oik kangen sama bunda.
Bunda apa kabarnya disana? Bunda jangan hukum bunda Shilla ya, ini semua bukan
salah dia. Ini salah Oik. Salah Oik yang nggak patuh sama perintahnya, maafkan
Oik Bunda, maafkan Oik Allah. Do’akan Oik bunda, biar Oik sabar dan kuat untuk
menghadapi bunda Shilla. Bunda juga jangan marah ya sama ayah, ini bukan salah
ayah kok.” Kata Oik dengan senyuman tulusnya, ia terus memandangi foto bundanya
di sebuah figura, lalu ia menciumnya sangat lembut dan dalam. Seakan yang ada
di dalam foto itu nyata.
***
Pagi
ini terlihat agak mendung, Oik bangun. Badannya terasa sakit semua. Tapi apapun
yang terjadi ia harus tetep sekolah. Saat ia hendak bangun, ia mendengar
seseorang sedang berbicara di bawah.
Di tempat lain,
‘tok,tok,tok’
Seseorang membuka pintu. Seorang
wanita paruh baya keluar.
“Siapa?” tanyanya.
“Em, Oiknya ada tante?” tanya
orang itu yang tak lain adalah Cakka.
“Oik gak tau kemana” ujarnya
ketus.
“Tante tau Oik kemana?” Tanya
Cakka lagi.
“Ngapain sihnyari dia? Mending sekarang
juga kamu pergi! Kecil-kecil udah berani pacaran” ketusnya.
“Tapi tante..”
“Sana pergi. Sekali lahi saya
katakan, Oik nggak ada disini. Udah mati bareng ibunya kali” Kata wanita itu
masa bodoh.
“Tante jangan bilang gitu ya,
bagaimanapun dia juga anak tante walaupun tiri.” Cakka kini malah balik marah
kepadanya.-waktu di danau, Oik bercerita tentang ibu tirinya-
“Udah berani kamu sama orangtua? Pergi
sana!” usirnya, kini sambil mendorong-dorong Cakka agar menjauh dari rumahnya.
Tak lupa ia gembok pintu gerbang agar Cakka tak lagi bisa masuk.
Setelah
Shilla masuk ke dalam rumah, Cakka melesat pergi dengan motornya. Di dalam
otaknya hanya memikirkan gimana keadaan Oik, dimana ia sekarang.
Acha
dan Sivia menunggu Oik di dalam kelas, tak biasanya Oik datang terlambat. Itu pun
kalo Oik berangkat. Kedatngan Cakka ke kelasnya, Acha dan Sivia menyambutnya
dengan berbagai pertanyaan.
“Lho, Oiknya mana Kka? Bukannya kamu
jemput Oik ya?” Tanya Acha bingung.
“Iya Kka, kok Oiknya nggak bareng
kamu sih?” kini giliran Sivia yg berkata.
“Nah itu masalahnya kenapa gue
kemari. Gue mau nanya ma kalian, Oik kemana?” Tanya Cakka.
“Kok nanya ke kita. Dari tadi Oik
belum berangkat, dikira kita ya Oik sama kamu gitu” jawab Acha.
“emang sih tadi gue ke rumah Oik,
niatnya mau ngejemput. Tapi yang keluar mama tirinya. Gue nanya Oik kemana, eh
dia malah bilang Oik nggak ada di rumah. Aku tanya kalian, mungkin saja kalian
tau kemana Oik. Kalian kan sahabatnya”
“Kita gak tau Oik kemana supah
deh, duh kemana ya Oik?” Jawab plus tanya Sivia khawatir.
“Ya udah mending ntar pulang
sekolah kita cari bareng-bareng.
***
2 hari telah berlalu
Dengan
keadaannya yang kurang enak badan, Oik masih harus mengerjakan tugasnya. Otomatis
ia terpaksa membolos. Tadi sebelum
Shilla pergi, ia telah mewanti-wanti Oik agar tidak menerima sembarang tamu,
terutama teman-temannya dan juga Cakka.
Hari
sudah mulai siang, Oik sedang menyirami tanaman di halaman depan. Terdengar suara
deru motor berhenti di depan gerbang. Oik mendekatinya, ia kaget ternyata yang
datang adalah Cakka. Ia bingung harus ngomong apa. Oik berusaha menghindar dari
Cakka. Ia meninggalkan selang yang masih memancarkan air,
“Oik tunggu” teriak Cakka.
Oik hanya bisa menghentikan
langkahnya, dan ia hanya diam mematung.
“Selama ini kamu kemana sih Ik?
Kita tuh khawatir nyariin kamu, kamu gak berangkat tanpa ketearangan lagi.
Seenggaknya kamu telfon Via atau Acha kek. Mereka tuh kelimpungan nyari kamu.”
Nadanya seperti menandakan bahwa ia marah, khawatir, dengan keadaan Oik. Cakka
berusaha membuka gerbang, dan berhasil. Ternyata gerbangnya tidak di gembok.
Cakka berlari menuju ke arah Oik. Ia memeluknya sangat erat.
“Oik, kamu tau gak sih? Selama ini
aku gak konsen belajar, gara-gara aku khawatir dengan keadaanmu. Kamu janji kan
nggak kayak gini lagi?” Tanyanya meyakinkan Oik.
“Kka, lepasin. Aku mohon Kka.”
Oik masih tetep nggak berbalik, ia pun berusaha untuk melepaskan tangan Cakka
dari pinggangnya.
“Aku nggak mau lepasin kamu lagi.
Sebelum kamu janji nggak kayak gini lagi, nggak ngehindar lagi dari aku.”
Kini Oik berhasil melepaskan
tangan Cakka dari pinggangnya. Dan berbalik menatap Cakka tajam, “Aku nggak
bisa janji sama kamu. Oh ya, yang buat di danau itu aku udah mutusin”
“Bener Ik? Jadi kamu mau jadi
pacarku” Tanya Cakka berbinar.
“Maaf, aku nggak bisa terima
kamu. Aku nggak cinta sama kamu. Lebih baik sekarang kamu pulang dan jangan
peduliin aku lagi. Aku mohon Kka” Ujar Oik, semua itu salah besar. Padahal ia
sangat berharap untuk mengatakan ‘aku mau jadi pacar kamu Kka, aku cinta sama
kamu’. Namun rasanya susah, apalagi Ada tante Shilla yang jelas-jelas
mewanti-wanti agar tidak berhubungan dengan Cakka.
“Oik tatap mataku Ik, kamu nggak
serius kan buat ngomong gitu? Aku yakin kamu pasti punya rasa yang sama
denganku. Benerkan Ik?” Tanya Cakka berusaha meyakinkan Oik lagi.
“hhhh... itu semua salah. Yang aku
omongin tadi benar.”
‘itu semua benar Kka, yang kamu
omongin itu benar. aku sangat cinta sama kamu’ batinnya.
“Tapi Ik,..”
“mending kamu pulang deh Kka,
sebelum bunda datang” kata Oik datar. Ia melangkahkan kakinya untuk pergi.
Namun Cakka lebih dulu mencekal tangannya. Cakka heran dengan warna biru ke
hijau-hijauan yang ada di lengan Oik. Dan juga warna merah di pipi sebelah
kirinya.
“Ik, ini tangan kamu kenapa? Pipi
kamu juga. Cerita ke aku Ik, siapa yang ngelakuin ini semua?” tanya Cakka
khawatir sambil memegang luka yang ada di tangan Oik dan juga pipi Oik.
“Oh itu nggak kenapa-kenapa kok. Tenang
aja, ini di pipi gara-gara di gigit nyamuk terus aku kukur deh. nah, kalo yang
di tangan gara-gara aku kurang berhati-hati, natap pintu deh. bener kok” Ujar
Oik, kini ia mulai tersenyum.
“Serius? Tapi ini kayak bekas
tamparan tangan deh.” Tanya Cakka menyelidik.
“Bener. Ya udah mending kamu
pulang sekarang aja deh, bentar lagi bunda pulang”
“Ya udah aku pulang. Kamu hati-hati
ya, kalo ada apa-apa bilang ke aku.”
“Sipp”
Cakka pun meninggalkan rumah Oik.
“Fiuh.. hampir aja” Kata Oik
sambil melihat lengannya yang terasa nyeri kena pukulan dari ibu tirinya.
***
Hari-hari
dilalui Oik seperti biasa, ayahnya belum pulang juga. Shilla mengajaknya pergi entah kemana.
Kata
Shilla untuk beberapa bulan mereka akan tinggal di rumah yang udah di beli
Shilla mungkin. Apa rencananya udah berhasil?
“Ini rumah siapa tante?” Tanya
Oik bingung.
“Udah deh kamu diem aja! Masih mending
aku ajak tinggal kamu disini. Bentar lagi Ayahmu itu akan bangkrut. Jadi mulai
sekarang berterima kasihlah kepadaku” Jawabnya enteng.
“Nggak mungkin. Ayah nggak pernah
korupsi, terus sekarang Ayah kemana?” tanya Oik.
“Tau” jawabnya singkat.
Di tempat lain,
Sebuah
mobil berhenti di depan rumah mewah. Kaca mobil mulai diturunkan. Ia melihat
tulisan yang tertulis di depan gerbang. ‘DI JUAL. HARAP HUBUNGI NO. 081987xxxxx’.
Orang yang ada di dalam mobil itu menggeram kesal.
“Apa-apaan ini? Sion, antar saya
ke Kantor cepetan”
“Baik pak Riko.”
Mobil
itu pun meninggalkan rumah besar itu.menuju ke kantor yang Riko maksud.
Sesampainya di kantor ia pun langsung marah-marah kepada semua karyawannya yang
kini terlihat sedang duduk-duduk santai tanpa melakukan aktivitas.
“Apa-apaan ini? Keanapa kalian
nggak kerja? Cepetan kerja!” marah Riko.
Seseorang datang menghampirinya. “Maaf
Pak Riko, perusahaan kita terancam bangkrut. Kami semua bingung apabila nanti
kami semua akan di PHK.”
“Kok bisa?” marahnya ke orang
tadi.
“Pak, mari kita keruangan saya.
Saya mau ngasih laporan keuangan selama bapak tidak ada.” Riko pun mengikuti
pegawai tadi menuju ke sebuah ruangan.
“Pak ini laporan keuangan selama
beberapa bulan lalu dan sekarang.” Orang tadi menunjukkanlaporan keuangan
perusahaan itu.
“Shit, gila ini gila Alvin!”
makinya. “Ini kenapa keluaran lebih banyak daripada pemasukan? Ini apa lagi,
bulan Juni keluaran samapi mencapai 1 M itu giamana? Kalian apakan aja uang
itu.”
“Maaf pak, ini semua atas
permintaan Bu Shilla. Itu semua juga atas izin bapak”
“Alvinnn, kamu saya percayai
untuk mengurus keuangan, tadinya kamu jangan terima permintaan Shilla gitu aja
dong sebelum saya bilang sendiri ke kamu.”
“Tapi disini ada tanda tangan
bapak” Alvin mengeluarkan semua cek..
“Ya sudah, kita urus
bareng-bareng masalah ini. Saya yakin ini bisa di atasi. Tolong bantu saya
Alvin. Sekarang kamu tahu keberadaan Shilla dimana?” tanya Riko.
“saya tidak tahu Pak. Tapi kayaknya
Bu Shilla ke daerah Yogya.”
“Terus dia bawa Oik anakku?” Riko
Shock mendengarnya.
***
Seluruh
polisi telah berpatroli ke kota Yogya untuk mencari keberadaan Shilla dan Oik
berada.
Riko dari tadi berkutat dengan hp’a.
Seperti sibuk menelpon seseorang namun tak kunjung ada jawaban dari seberang.
“Halo Cakka, kamu bisa bantu om
buat cari Oik?” tanya Riko.
“Iya om, Cakka bisa. Sudah dari
kemarin Cakka mencari Oik. Sekarang om dimana?” tanya Cakka.
“Saya di daerah kota Yogakarta.”
“Baik om, Cakka sama temen-temen
segera kesana”
Tutt, sambungan putus.
Cakka
yang baru saja mematikan sambungan telpone dari om Riko, ia segera menghubungi
Ozy, Gabriel, Sivia juga Acha buat nyari Oik bareng-bareng.
Cakka dan rombongan pun telah
meluncur menuju ke Kota Yogyakarta. Ia sangat khawatir sekali dengan keadaan
Oik.
“Kka, mending loe diem dulu deh.
ini aku masih nyetir, Ntar kalo nabrak gimana” ujar Gabriel yang ada di samping
Cakka.
“Gimana gue bisa diem?”
“Sabar Kka” Ujar Ozy.
***
Shilla
kaget dengan mobil-mobil yang kini berjejer di depan rumahnya. Ia menyuruh Oik
untuk tetap berada di dalam kamarnya.
“SHILLA... KELUAR KAMU!” Teriak
orang dari luar sambil gedor-gedor pintu. Namun Shilla tak juga keluar,
‘BRAKKKK’
pintu di dobrak secara paksa. Semua polisi segera memeriksa semua ruangan yang
ada di situ.
Sedangkan
Riko mengetuk pintu kamar. “Oik, Oik sayang kamu di dalam nak?” tanyanya
khawatir. Namun tak ada suara.
‘BRAKK’ lagi-lagi ia mendobrak
pintu secara paksa. Ia bener-bener kaget dengan pemandangan yang ada dalam.
“SHILLA LEPASIN OIK!”
“Aku nggak akan lepasin dia
sebelum kamu menyerahkan semua aset kekayaan yang kamu punya.” Tantangnya kini
tangan kirinya memegang tangan Oik ke belakang, dan tangan kanannya memegang
pisau ke arah leher Oik.
“Ayah, tolong yah kasih aset itu.”
“Enggak Oik, kamu bisa selamat
tanpa ayah melepaskan aset ayah.”
“Oh jadi kamu lebih memilih
anakmu mati? Manusia bodoh!” umpat Shilla kesal. Ia juga sebenarnya tak tega
memperlakukan Oik gini.
“Ayah tolong oik yah, kasih aset
itu”
Karna Riko masih kekeh juga,
tiba-tiba saja Saat ia mau menusuk Riko,
‘JLEBBB’
Keadaan hening. Mereka semua
shock Shilla juga.
“CAKKKKAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA”
teriak Oik.
“Cakka?” Riko kaget ternyata yang
kena pisau Shilla bukan Oik juga bukan dirinya namun Cakka. Cakka telah
menolongnya.
“Cakka kamu nggak apa-apa?” Oik
langsung menghambur ke arah Cakka.
“Aku.. nggak.. ke..napa..ke..napa
Ik” ucapnya terbata-bata. Masih sempatnya ia tersenyum.
“Angkat tangan saudari Shilla”
Sang polisi baru datang dan segera menangkap Shilla.
“Sekarang juga bawa Cakka ke
rumah sakit” Ujar Riko.ayah Oik.
Gabriel dan Ozy pun segera
membopong Cakka, sebelum ia kehabisan darah.
***
Di
sebuah ruangan di salah satu rumah sakit. Seseorang duduk di kursi samping
Tempat tidur.
“Cakka, bangun Kka. Aku mohon
bangun. Kamu gak kasihan apa sama aku? Aku sangat mencintaimu Kka. Aku mau kok
jadi pacar kamu” kata sang gadis, yang tak lain Oik.
“Oik, kamu nggak tidur sayang.” Sapa
seseorang.
“belum ngantuk” jawabnya datar.
“Oik maafkan Ayah, ayah tau ayah
salah. Seandainya saja ayah mau ngasih aset itu, pasti sekarang kita nggak akan
ada yang terluka.” Sesal Riko.
“Udah terlambat Yah” Jawabnya
dingin. Sedangkan Sivia, Acha, Ozy dan Gabriel sudah terlelap di sofa yang ada
di ruangan itu.
“Maafkan Ayah”
Tiba-tiba
saja ada yang bergerak di genggaman Oik. Ternyata itu yang bergerak tangan
Cakka.
“Kka, kamu sadar?” tanyanya
setengah nggak percaya namu ia mulai bahagia.
Perlahan mata Cakka terbuka. “Aku
dimana Ik?” tanyanya dengan suara lirih.
“Kamu di rumah sakit, aku
panggilin dokter ya”
“Enggak usah Ik.” Cakka kini
beralih ke samping oik. “Om Riko? Om nggak kenapa-kenapa kan?” Tanyanya
khawatir.
“Om nggak apa-apa Kok kka,
seharusnya om yang nanya ke kamu. Gimana kamu?” beliau tersenyum. “Maafkan om
ya Kka, ini gara-gara om.”
“Ini bukan salah om Riko kok,
anggap saja ini kecelakaan. Oik, kamu marah dengan om Riko?” tanya Cakka. Namun
Oik hanya diam. “Ik, tolong ya kamu jangan marah sama om Riko, beliau berusaha
mati-matian buat nyari kamu. Kamu nggak kasihan?” tanya Cakka.
“Iya, Oik juga minta maaf yah”
sesal Oik.
“Nggak apa-apa kok Ik, ayah juga
minta maaf nggak bisa kasih ibu yang baik buat kamu. Ayah merasa bersalah sama
bunda kamu”
“Oik sayang ayah, ayah jangan
tinggalin Oik lagi ya” Kini Oik memeluk ayahnya.
“Iya, ayah janji nggak akan
ninggalin kamu” Riko mengusap dengan lembut punggung Oik.
“Ekhm, ya sudah ayah tidur dulu
ya. Kalian ngobrol dulu aja. Hehehe” ujarnya jahil.
Setelah Ayahnya pergi, kini hanya
kebisuan yang menemani mereka.
“Oik, apa kamu masih mau untuk
merubah pendirian kamu?” tanya Cakka hati-hati. Oik menunduk malu. Ia
mengangguk pelan. “Beneran Ik? Thanks banget ya” Ujar Cakka kegirangan “Auh...”
rintihnya.
“Aduh Kka kamu kenapa? Sakit ya? Makanya
jangan keterusan, masih sakit juga” omel Oik khawatir.
“Habisnya kelewat seneng sih,
jadi kamu mau kan jadi pacarku?”
“Iya Cakka Nuraga. Harus berapa
kali aku bilang hmm” geram Oik gemas.
“Hehehe... Love you Ik”
“Love you to Kka”
_TAMAT_
Contentnya sangat bagus dan bermanfaat sekali, terima kasih :)
BalasHapusš· Perguruan Tinggi Indonesia Mandiri (PTIM) š·
STMIK IM & STAN IM
Menerima mahasiswa baru tahun akademik 2017/2018
1. Teknik Informatika (S1) Terakreditasi BAN PT
2. Sistem Informasi (S1) Terakreditasi BAN PT
3. Manajemen (S1) Terakreditasi BAN PT
4. Akuntansi (S1) Terakreditasi BAN PT
Kelas Reguler dan Karyawan
š Jenjang S1 kelas Reguler ditempuh dalam 8 Semester (3,5 Tahun)
š Jenjang S1 kelas Karyawan A dan Kelas Karyawan B ditempuh dalam 8 Semester (2,7 tahun), 1 semester = 4 Bulan (Tri Semester).
š Pendaftaran :
š Kelas Reguler
š Kelas Karyawan
Info lengkap :
š www.imandiri.id/pmb
šwww.stmik-im.ac.id
šwww.stan-im.ac.id
Telp : (022) 7272672 | (022) 7208180
Fax : (022) 7271693
WhatsApp : 082211888879
Email : Info@stmik-im.ac.id, Info@stan-im.ac.id
š” Jl. Jakarta No. 79 Bandung 40272
Jawa Barat – Indonesia