H
A
P
P
Y
READING :)
Hari demi hari telah berlalu. Selama ini belum ada tanda-tanda Cakka akan menembak Oik. Mungkin benih-benih cinta itu belum tumbuh atau keduanya saling tak menyadari akan perasaan satu sama lain. Maybe.
Ketika Cakka, Ozy dan Ray sedang asyik bercerita tentang seputar pelajaran Kimia. Hal yang tak di undang tiba-tiba saja datang.
“Aduh, sob. Gue ke toilet dulu ya. Panggilan alam nih” keluh Cakka.
“Ya udah sono. Hush... “ usir Ozy.
“Pantesan dari tadi baunya agak-agak gimana gitu. J “ Ray menimpali.
“Ya udah deh.. dahh...” Cakka langsung ngacir ke toilet.
“Aneh-aneh aja tuh anak satu” Ozy geleng-geleng mendengar pernyataan Ray. Mereka pun kembali melanjutkan aktivitas mereka kembali. Untuk membaca buku kimia.
Di toilet
“Enak banget udah keluar.” Cakka menghela napas lega sehabis kencing. Ia keluar dari toilet cowok. Saat di tikungan antara toilet cowok-cewek,
‘Bruukkk’. Untungnya mereka tak sama-sama jatuh.
“Aduh” erang orang itu.
“Eh sori” ujar Cakka. Gadis itu masih menunduk.“Loe gak kenapa-kenapa kan?” Tanya Cakka khawatir.
Gadis itu pun mendongak. “Hah, gak kenapa-kenapa kok. Hehehe” ujarnya canggung.
“Oh, ya udah gue balik kelas dulu kalo gitu Ik” ternyata gadis itu Oik.
“Eh bentar” tahan Oik saat Cakka melewati dirinya.
“Kenapa?” tanya Cakka .
“A...a..Anu.. anu...” ujar Oik terbata-bata sambil sedikit menutup matanya dan tangannya menunjuk-nunjuk ke arah Cakka.
“Anu apa’an?” Tanya Cakka bingung sambil garuk kepala bagian belakang.
“Itu... anu...” Karna tak bisa mengatakannya, Oik pun maju mendekat ke arah Cakka.
“AAAAAAAAAAAAA....” teriak Cakka.
“Hehehe sori. Habisnya loe sih. Sakit ya?” tanya Oik dengan wajah innocent.
“Oh. Hahaha.. sakit lah Ik. Thanks ya” Cakka jadi tersipu malu menggaruk-nggaruk tengkuk lehernya dan sesekali melihat ke arah resletingnya.
“Kapan-kapan kalo habis kencing resletingnya jangan lupa di tutup lagi. Untungnya yang liat bukan Shilla atau siapa gitu.” Ujar Oik to the point sambil nyengir.
“Iya-iya.” Ujar Cakka radak canggung. “Gue balik dulu ya ke kelas.
“Ok”
.
.
.
Hari ini pulang sekolah Cakka berniat untuk mengajak Oik jalan-jalan. Semoga aja Oik mau. Sejak bel berbunyi tadi Cakka telah menunggu Oik di depan kelasnya. Akhirnya yang di tunggu-tunggu keluar juga.
“Oik” panggilnya.
“Cakka? Ngapain loe disini?” Oik mengernyitkan dahinya bingung.
“Gak papa kok. Gue cuman mau ngajak loe jalan.”
“Jalan kemana?”
“Terserah yang penting jalan”
“Lho kok terserah? Nanti kalo tersesat gimana? Loe mau tanggung jawab gitu kalo gue ilang?” Tanya Oik bertubi-tubi.
“Woy... kita gak bakal hilang Oik. Udah ikut aja napa?”
“Ya tapi kita mau kemana?” tanya Oik lagi.
“Ke mall” jawab Cakka singkat.
“WHAT? KE MALL?” teriak Oik.
“Duh bisa diem gak sih loe? Loe tuh bener-bener ya?” Kini giliran Cakka yang kesal dibuatnya. Tanpa menunggu jawaban dari Oik, Cakka langsung menyeret gadis itu ke parkiran untuk mengambil motornya.
Oik yang digeret tak bisa menolak. Tapi mukanya udah ditekuk. “Ih,, gue tuh bukan kayak cewek-cewek lain tau gak? Loe cowok kok suka shopping sih?” tanya Oik heran. Cakka pun berhenti mendadak yang membuat Oik menabrak punggungnya. “Aduh sakit nih” teriak Oik.
“Habisnya loe gak bisa diem. Emangnya disana cuman untuk shopping aja gitu? Nggak kan? Kita kan bisa main timezone, makan, atau apa kek” Ujar Cakka panjang lebar.
“hehehe.. peace” Oik hanya nyengir. Cakka yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala.
Selama perjalanan Oik hanya diam begitu juga dengan Cakka yang sibuk dengan mengendarai motornya. Oik yang emang gak suka di diemin akhirnya ia mencoba untuk membuka pembicaraan.
“Kka” panggilnya
“Emm”
“Gimana tadi? Masih sakit itunya?” tanya Oik radak canggung.
“Udah nggak kok. Ya masih dikit perih sih”
“Oh... ya udah ntar kasih obat aja kalo gitu di rumah”
“Serius nih mau kasih obat? Udah siap?” tanya Cakka menahan tawanya.
“Apaan sih? Siapa juga yang mau ngobatin. Jijay banget ih, ya loe aja sendiri sono!” Kini muka Oik sudah memerah menahan malu, tapi untungnya ada punggung Cakka untuk menutupi mukanya itu.
“Hahhahahaha... satu kosong.” Tawa Cakka meledak. “Lagian juga kita kan bukan mukhrim. Tapi kalo kamu mau sih, ntar kita bisa nikah dulu gitu.” Goda Cakka.
“Yeyy mau loe, lagian siapa juga yang mau nikah sama cicak kayak loe, wleek :p”
“Ya, mungkin aja. Eh nama gue Cakka ya bukan cicak, loe tuh onyik” Dan selama perjalanan itu mereka isi dengan saling meledek ria. *bahasa darimana tuh?*
Cakka dan Oik memasuki salah satu pusat perbelanjaan yang berada di Jakarta. Mereka pun langsung menuju ke area permainan. Kadang-kadang mereka bermain balap mobil, tembak-tembakan, dan lain sebagainya.
“Kka, ambilin boneka yang itu dong. Cantik tuh bonekanya” rengek Oik. Cakka yang mendengarnya hanya mengerutkan kening tak percaya.
“Kamu suka boneka?” tanya Cakka sedikit meremehkan.
“Hhhh... ok, gue emang tomboy. Tapi kalo soal boneka gue paling suka. :p” Oik memeletkan lidahnya. “Ya please Kka. Ih Cakka baik deh” Oik menoel dagu Cakka.
“Iya-iya gue ambilin. Soal itu mah gampang” kata Cakka membanggakan diri.
Setelah melewati perjuangan untuk mempertahankan boneka yang diminta Oik agar tidak jatuh, akhirnya boneka itu berhasil di capai Cakka dan jatuh ke lubang jalan keluarnya. Cakka pun segera mengambil tuh boneka dan diberikannya ke Oik.
“Ini buat loe”
“Thanks Kka,,,” tanpa sadar saking senengnya Oik memeluk Cakka.
‘Deg’
Cakka yang kaget dengan perlakuan Oik hanya bisa diam mencoba untuk menerka-nerka semua kejadian ini. Sedangkan Oik yang menyadari itu, ia langsun melepaskan pelukannya dari Cakka dengan sedikit canggung.
“Ups, sori Kka. Tadi gue kelepasan” cengir Oik.
“Ha.. gak kenapa-kenapa kok.”
“Aduh.....” Tiba-tiba saja Oik meringis kesakitan. Cakka yang menyadari itu langsung khawatir.
“Ik, loe kenapa? Loe gak apa-apa kan?” tanyanya panik.
“Enggak kok. Mag gue kambuh kayaknya” Oik menggigit bibir bawahnya dan meringis.
“Loe udah makan tadi?” tanya Cakka khawatir.
“Belum” cengir Oik. Mukanya kini jadi sedikit pucat.
“Kalo gitu mending kita makan dulu yuk sebelum pulang. Ntar mag loe tambah parah lagi” Cakka pun langsung memapah Oik menuju ke restoran.
Waktu mendengar kata traktir Oik langsung memesan beberapa makanan. Cakka yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng kepala. Oik memakan semua makanan yang tadi ia makan dengan nafsu, ia tak perduli bahwa di depannya ada Cakka. Biasanya kan cewek kalo makan di depan seorang cowok pasti jaim dikit lah, lha ini gak ada jaim-jaimnya dia. J
“Ik, loe laper apa doyan sih?” tanya Cakka sedikit ngeri liat cara makan Oik. Karna diperhatikan Cakka seperti itu akhirnya Oikpun menurunkan sendoknya waktu dia mau menyuapkan makanan ke mulutnya.
“Dua-duanya.” Lagi-lagi Oik hanya bisa nyengir dan melanjutkan makanannya lagi. Oik melirik ke Cakka bentar karna tuh makanan yang ada di hadapan cowok itu belum disentuh sama sekali. “Kok gak dimakan? Mubazir tau”
“Kenyang gue liat loe.” Jawab Cakka singkat sambil memperhatikan makanannya.
“Mau gue suapin?” tanya Oik, ia langsung mengambil alih makanan Cakka dan menyendokkan sesuap ke arah Cakka.-setelah Oik berhenti makan-. “Aaa... ayo dong mangap!” suruh Oik seperti sedang menyuapi anak kecil.
“Emang gue anak kecil apa?” tanya Cakka cemberut.
“Ya udah kalo gak mau di anggap anak kecil, mending tuh makanan loe makan sekarang! Ntar kalo nangis gimana tuh makanan?”
“Cewek aneh loe. Iya deh gue makan siniin!”
“Nah gitu dong”
Walaupun Cakka dan Oik sudah dekat, tapi bukan berarti mereka tidak pernah bertengkar. Kadang-kadang mereka bisa akur dan kadang-kadang pula mereka bertengkar. Aneh banget kan? Tapi dari sinilah benih-benih itu mulai tumbuh.
.
.
.
.
Setelah mengantar Oik pulang, Cakka langsung menuju ke kamarnya dan merebahkan diri di kasur king size-nya. Sepertinya ia tak peduli dengan panggilan adiknya, Acha. Cakka dan Acha di rumah hanya tinggal berdua dengan pembantu mereka. Kedua orangtuanya sibuk dengan kerjaan masing-masing, pulang ke rumah dalam satu bulan kayaknya bisa di hitung pake tangan (jari 10).
“Kakkkkkkkk” teriak Acha di depan kamar.
“Ada apa?”
“Bukain dong!”
‘Cekreak’ suara pintu di buka dari dalam. Muncul Cakka dengan masih memakai seragamnya.
“Kenapa Cha?”
“Nggak, loe darimana aja sih tadi? Kok baru pulang jam segini.? Ini kan udah jam 7 malem” Tanya Acha lagi.
“Ada deh” Kata Cakka dengan nada jahil. Tanpa di suruh, Acha pun memasuki kamar kakaknya dan langsung duduk di kasur king size-nya Cakka. Cakka pun mengikuti adiknya.
“Jawabnya gitu deh. Loe kayaknya seneng banget hari ini?” tanya Acha penasaran.
“Emang gue lagi seneng.”
“Lo lagi jatuh cinta ya?” tanya Acha dengan nada jahil. “Sama siapa Kak? Ah gue tahu, pasti sama Kak Oik kan?” tebak Acha.
“Sotoy banget loe! Udah sana pergi! Gue ngantuk nih, udah kan ngomongnya?” Usir Cakka sambil mendorong-dorong tubuh Acha untuk keluar dari kamarnya.
“Ck, gak asyik loe Kak.” Kini muka Acha cemberut. Lucu banget deh tuh bibirnya manyun.
“Biarin wlekk” ledek Cakka sambil meleletkan lidahnya. Acha pun akhirnya keluar dari kamar Cakka.
Setelah kepergian Acha dari kamarnya Cakka pun langsung mengganti pakaian seragamnya dengan kaos biru dan boxernya.
Rasa itu,
Orang banyak menyebutnya dengan cinta.
Sebuah kata yang sangat sakral untuk di ucapkan,
Sebuah rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata...
Rasa itu tiba-tiba saja datang... –hikmahresti
Cakka daritadi senyam-senyum sendiri di depan cermin. Gak tahu kenapa rasanya ia seneng banget kalo sedang bersama cewek tomboy itu –Oik-. Rasanya nyaman sekali, Apalagi tadi waktu liat Oik makan.
“Ih napa gue” Cakka memukul-mukul kepalanya. “Nggak, gue gak bakal suka sama cewek tomboy itu. Gak bakal. Lagian lihat sendiri tuh, cara dia makan. Tapi, kenapa tiap kali gue deket sama dia, jalan bareng dia, rasanya nyaman gimana gitu. Ada rasa yang beda, Belum pernah gue rasain ini sebelumnya bahkan dengan Shilla sekalipun. Gue juga seperti menemukan bagian dari gue yang hilang saat gak ada dia. Dia itu beda, Gak ada jaim-jaimnya sedikitpun di depan cowok, dia itu apa adanya. Sederhana.”
“Apa gue udah jatuh cinta sama dia? Maybe”
“Ah pusing sendiri gue. Mending tidur aja deh” Cakka pun langsung tenggelam dalam mimpinya.
Sedangkan di tempat lain,
Namun hatiku jadi rindu,
Ingat kelakuan nakalmu,
Kini semua terasa lucu,
Aku rindu kamu,
Dag dig dug hatiku 2x –BLINK
Tak jauh berbeda dengan Cakka, Oik pun merasakan hal yang sama dengan Cakka. Ia senyum-senyum sendiri di depan cermin. Ia tak pernah menyadari kalo penampilannya selama ini sangat buruk. Rambut sepunggung yang selalu ia ikat satu. Padahal kalo di poles dikit, ia terlihat cantik, manis.
“Gara-gara loe, pikiran gue jadi ngelantur gini Cicak” teriaknya di dalam kamar. Mungkin teriakannya terlalu keras sampai mamanya mengetuk pintu.
“Oik, kamu kenapa nak?” tanyanya dari luar.
‘Ups kan gue jadi gila gini’ padahal kan Oik paling anti sama yang namanya dandan.
“Ah nggak kok ma, Oik gak kenapa-kenapa.” Oik jadi salting sendiri, walaupun mamanya tak melihatnya.
“Oh ya sudah. Kamu sudah makan?” tanya mamanya.
“Udah ma, ya udah Oik tidur dulu ya”
“Ya udah” mamanya menjauh dari depan kamar Oik.
‘Beneran gila nih gue, ah gak mungkin gue jatuh cinta ke dia. Tapi mungkin gak ya?’ batinnya, bingung sendiri.
Oik pun memutuskan untuk tidur, karna capek seharian tadi muter-muter mall bareng Cakka. Ia tidur dengan memeluk boneka pemberian Cakka tadi di timezone.
_BERSAMBUNG_
Komentar
Posting Komentar