H
A
P
P
Y
READING :)
D
Istirahat pun
tiba, seperti kebanyakan siswa yang lain Cakka dan teman-temannya pun ke
kantin. Saat di koridor Cakka bertemu dengan Oik, Ify, dan Aren.
“Hay Ik, ke
kantin ya?” tanya Ray.
“Iya nih Ray. Mau
bareng?” tawar Oik.
“Ayuk deh..”
Timpal Ray dan Ozy kompak, sedangkan Cakka hanya tersenyum melihat tingkah
kedua sobatnya.
Ray, Ozy, Aren,
dan Ify berjalan di depan. Sedangkan Cakka dan Oik mengikuti teman-temannya
dibelakang. Tanpa disangka mereka berpapasan dengan Shilla dan Alvin the genk.
“Eh bro, selera
loe bisa turun juga ya ternyata?” Ujar Alvin meremehkan. Cakka hanya
mengernyitkan dahi tanda ia sedang bingung, si Alvin ngomong sama siapa?
“Say, udahlah
biarin aja si Cakka sama murid baru itu. Kan kasihan” Timpal Shilla.
Ozy, Ray, Aren, dan Ify duduk di bangku yang agak mojok di kantin. Mereka masih
menunggu Cakka dan Oik yang dari tadi belum datang-datang juga. Ray masih sibuk
dengan Hpnya, Ozy sibuk celingak-celinguk nyari Cakka, Ify sibuk dengan
minumannya, dan Aren, dia juga masih sibuk dengan Hpnya.
“Aduh, Cakka mana
sih? Kok lama banget?” Ozy dari tadi mengeluh.
“Iya nih Oik juga
kok lama.” Timpal Ify.
“hehehe...” Ray
tertawa kecil. Kontan membuat Ozy dan Ify menoleh ke arah Ray dengan tatapan
menyelidi.
“Ray, loe lagi
nggak gila kan?” tanya Ozy.
“Hehehe, siapa
juga yang gila” Jawab Ray yang masih sibuk dengan Hpnya.
“Kalo nggak gila
kenapa tawa sendiri? Aneh banget loe” cibir Ozy,
“Hai, nunggu lama
ya?” Panggil Oik, nafasnya masih terengah-engah gara-gara tadi lari ngejar
Cakka.
“Iyalah sampe
lumutan, kalian berdua darimana aja sih?” tanya Ify.
“Tuh tanya ma
orangnya. Daritadi cuman diem, marah, terakhir ninggalin deh. emangnya gue
apaan
“Vin, udah yuk”
Ajak Shilla manja.
“Bentar dulu
Shill,”Alvin menahan Shilla. “Jawab dong Cakka,”
“Oh loe ngomong
sama gue?” tanya Cakka pura-pura ngeh,
“Iyalah. Masak
sama tembok.”
Tanpa
disangka-sangka, Cakka menarik Oik agar lebih dekat dengannya. Oik sudah
melotot ke arah Cakka, namun Cakka malah tersenyum jahil dan merangkul Oik.
“kabar gue baik kok Vin. Oh ya kenalin Alvin, Shilla, ini Oik” Cakka tersenyum
dan melirik ke Oik yang sudah memandangnya ganas.
“Hai, gue Oik.”
Oik mengulurkan tangan ke Shilla dan Alvin.
Shilla hanya
memandang uluran tangan Oik dengan tatapan jijik. Ia langsung mendongak ke arah
Cakka. “Dia pacar kamu Kka?” tanya Shilla.
“Songong banget
sih jadi orang” gumam Oik lirih,
“Udah diem"
Cakka menarik
tangan Oik yang masih terulur. “Kamu nggak liat?” Cakka mengedik ke arah
tangannya yang masih merangkul Oik.
“Tuh kan Shill,
orang UDIK ya pantesnya juga sama ORANG UDIK.” Alvin menekankan setiap kata
yang di capslock.
“Iya sih, ya udah
Vin. Kita pergi aja dari sini! Gak ada gunanya juga. yang ada nanti kita
ikut-ikutan udik.” Shilla bergidik ngeri. “Oh ya Kka, kayaknya selera kamu itu
turun drastis ya? Sayang banget lho.”
“....” Cakka
hanya tersenyum kecut. ‘Kamu benar Shill, maka dari itu aku mau move on. Oik
gak jelek-jelek amat kok, mungkin sedikit polesan kali ya.’
“Ya udah deh,
daripada jadi obat nyamuk. Kita pergi dulu.” Alvin menepuk bahu Cakka dan
berlalu bersama Shilla.
‘Bukk’
“Auh.. Oik
apa-apaan sih?” Cakka memegangi dadanya yang tadi di pukul Oik cukup keras.
“Lo tuh yang
apa-apaan. Cari kesempatan dalam kesempitan. Lagian tadi ngapain sih
rangkul-rangkul segala. Pake acara ngaku-ngaku jadi pacar gue segala lagi,
emangnya sejak kapan kita jadian? Nembak aja belum... “ Oik terus mengeluarkan
unek-uneknya. Siapa yang nggak kesal sih, kalau seandainya ada orang yang
tiba-tiba saja mengaku jadi pacarnya tanpa ia tahu kapan mereka jadian.
Cakka hanya
memandang Oik sambil mengedik dan melangkah meninggalkannya.
Oik yang
menyadari tak ada respon dari Cakka, ia berhenti bicara. Menatap ke
sekelilingnya, dan orang yang dicarinya sudah tidak ada.
“Lho, Kka. Elo di
mana sih? Cakka?” Seperti orang linglung, Oik pun segera berlari menuju kantin.
Mungkin saja Cakka di sana.
“Tuh anak
ngilangnya cepet banget sih?” dumel Oik.
-
-
-
Malamnya di
kediaman Cakka dan Acha. Kedua kakak beradik itu sedang berada di kamar Cakka.
Acha yang membaca Novelnya sedangkan Cakka sedang memainkan gitarnya.
“Kak Cakka. Acha
boleh ngomong nggak?” tanya Acha tiba-tiba sambil menutup Novelnya setelah tadi
ia memberi batasan membaca.
“Tinggal ngomong
aja kok susah. Mau ngomong apa? Jangan bilang, kalau loe suka diantara Ray sama
Ozy.” Ledeknya sambil tertawa lepas.
“Ih, bukan itu
tau. Ini tentang kak Oik.” Ujar Acha serius.
“Tentang
Oik?” tanya Cakka heran.
“Iya. gue baru
tau, ternyata Kak Oik itu mantan model yang juga mantan junkies.” Tutur Acha.
Cakka shock bukan
main mendengar kenyataan itu. “Apa kamu serius Cha?” Tanya Cakka menuntut.
“Iyalah. Kak
Cakka mending tanya langsung aja deh sama orangnya! Aku sih nggak ada maksud
apa-apa.” Ujar Acha. “Kakak kenal nggak sama yang namanya Dayat?” tanya Acha.
“Dayat? Siapa
dia?” Cakka semakin nggak karuan dengan perasaannya saat ini.
“Masak kak Oik
nggak cerita sih sama kakak? Dayat tuh mantan pacarnya Kak Oik. Dia pemain
band. Cuman itu sih yang aku tahu. Aku juga tahunya denger-denger dari
anak-anak.” Acha mengangkat bahunya.
Cakka hanya diam.
Dalam hatinya dia sangat penasaran. ‘Apa besok tanya langsung saja ya sama
Oik?’
-
-
-
Pagi ini Cakka
menjemput Oik dengan motornya. Setelah pamitan sama Bunda Oik, mereka pun
tancap gas menuju ke SMU Mahardika tempat mereka menuntut ilmu.
Saat di parkiran
Cakka mulai bertanya.
“Ik, apa bener
kamu mantan model yang juga mantan junkies?” Tanya Cakka to the point tapi
dengan suaranya yang tenang, sehingga tidak menyinggung perasaan Oik.
Oik ragu untuk
menjawab pertanyaan Cakka. Sedangkan Cakka sedari tadi menatapnya. Oik melirik
ke arah Cakka kemudian dia menghela napas. “Iya. Kenapa? Lagian gue juga nggak
mau kembali lagi ke dunia itu, itu cuman masa lalu buat gue.” Oik memilih
jawaban jujur, toh emang itu kan kehidupan Oik yang dulu?
“Nggak
kenapa-kenapa sih....” kini giliran Cakka yang menghela napas, bingung dengan
pertanyaan selanjutnya yang akan ia utarakan. “Tentang Dayat?” tanya Cakka
tiba-tiba yang membuat Oik kaget.
“Di.. dia...
dia... dia itu..” Oik menjadi gugup,
“Iya, dia itu
siapa? Dayat Simbaia. Dia mantan pacar lo kan ? kalau nggak salah dia pemain
band.” tanya Cakka lebih menuntut.
Oik menggigit
bibirnya, “Iya. Dia memang mantan pacar gue. Dia pemain band.” Oik semakin
bingung dengan jawaban selanjutnya, ia tak ingin mengingat semua tentang cowok
itu lagi. “Tapi... tapi dia sudah mati. Dia mati karena Over Dosis.”
Dengan cepat Oik menambahkan kalimatnya.
“Oh,” Cakka
menghela napas lega.
“Kenapa sih Kka?
Kok tumben, lo nanya-nanya soal itu?” Oik mengernyitkan dahinya bingung.
“Nggak
kenapa-kenapa kok. Masuk aja deh yuk, ntar keburu bel.”
Hari ini pun
berlalu seperti biasa. Selalu ada kehangatan dalam pertemanan.
-
-
-
Siang ini Oik sudah berencana untuk cepat-cepat tidur siang. Rasanya capek
banget hari ini, sudah tadi di sekolah Olah Raga. Ulangan Kimia tadi juga juga
menguras otaknya.
Seusai makan, Oik pun memasuki kamarnya yang berada di lantai atas. Baru saja
ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Suara bel rumah mengganggunya.
‘Ting-tong-ting-tong”
“Mbok... Mbok
Rum..” Oik keluar memanggil pembantunya yang bernama mbok Rum. -Ia tak mungkin
memanggil mamanya, karna tadi sebelum Oik pergi sekolah, mamanya sudah pamit
mau keluar kota untuk mengurus bisnisnya.- namun, mbok Rum tak kunjung datang.
Akhirnya Oik memutuskan untuk membukakan pintu.
‘Ting-tong-ting-tong”
“Iya, tunggu
bentar.” Ujar Oik dari dalam sebelum membuka pintu.
Oik memutar
kunci, membukanya dan saat pintu terbuka, Oik segera menutupnya kembali. Pintu
itu kembali dikuncinya. Jantungnya berdegup kencang, ‘mau apa dia datang lagi?’
batin Oik was-was. Keringat dingin jatuh menetes di setiap inchi badannya.
Oik tidak berani
berbalik. ‘Aduh Mbok rum mana sih?’ Di saat-saat seperti ini Oik menyayangkan
pembantunya itu tidak ada di rumah. ‘Apa yang harus aku lakukan? Nggak mungkin
kalau aku nelpon Cakka sekarang. Ya Allah, bantu aku.’ Nafas Oik
tersengal-sengal.
“Oik, Ik.. bukain
dong. Masak kamu tega ngebiarin aku di luar kayak gini? Aku bisa jelasin Ik.”
Orang tadi sekarang memanggil-manggilnya sambil menggedor-gedor pintu. “Oik
buka! Aku nggak seperti sama apa yang kamu pikirkan selama ini.”
“Pergi!!! Gue
nggak mau lihat kamu lagi. Pergi!” Oik berteriak dari balik pintu.
“Nggak! Aku nggak
bakalan pergi dari sini, sebelum aku ketemu sama kamu. aku bisa jelasin
semuanya!” mohon orang itu lagi.
“Whatever!!!!”
Oik menendang pintu rumahnya bergegas masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya.
Oik menutup telinganya dengan guling.
Karna merasa tak
kunjung dibukakan pintu sama sang punya rumah, orang itu pun berhenti mengetuk.
“Besok aku ke sini lagi.” Kata orang itu sebelum pergi meninggalkan kediaman
Oik.
...
Semakin hari ulah
cowok itu membuat Oik terganggu. Cowok itu tak lain Dayat, mantan pacar Oik
sang pemain band yang kini semakin sering disebut-sebut teman-temannya. Namun
Oik hanya diam saja, tidak menanggapi.
Siang ini pulang
sekolah, Oik pulang sendiri. Cakka tak bisa mengantarnya. Saat di depan gerbang
sekolah, seorang cowok dengan memakai setelan kaos hitam dan celana jeans
menghampirinya.
“Siang manis. Kok
pulang sendiri?” sapa orang tadi.
Oik tersentak
saat mengetahui orang tadi. “Dayat? Ngapain loe ke sini hah?” Oik celingak
celinguk menatap kesekelilingnya. Untung sudah sepi. Oik segera menariknya
menjauhi gerbang.
“Aduh, Ik. Kamu
kira aku ini buronan apa?” cowok itu tersenyum jahil.
“Tau dari mana lo,
sekolah gue?” Oik tak menanggapi ucapan Dayat tadi.
“Adalah. Kenapa?
Takut ketahuan sama pacarnya ya?” tanya Dayat.
“Nggak. Pacar
siapa?”
“Oh. Kirain cowok
yang tiap hari ngantar jemput kamu itu pacarmu.”
“Udah deh, gue
mau hidup tenang, Day. Mending lo pergi deh!”
Seseorang
melihat seorang cowok menghampiri Oik, mereka terlibat percakapan yang
cukup serius, dan akhirnya Oik menarik cowok itu pergi dari gerbang sebelumnya
Oik menoleh ke belakang. Orang itu segera mengikuti mereka.
“Ada apa ya?
Cowok itu sama Oik?” gumam orang itu penasaran.
Orang itu terus
membuntuti mereka, dengan mengendap-ngendap. Samar-samar, ia mendengar Oik
memanggil cowok itu dengan Dayat. Alangkah kagetnya orang itu. Nggak tahu
kenapa, Orang tadi memilih keluar dari persembunyiannya.
“Oik?”
Oik yang merasa
namanya disebut segera menoleh, dan juga Dayat. Betapa kagetnya jua Oik,
BERSAMBUNG_
Komentar
Posting Komentar