Langsung ke konten utama

GARA-GARA KAMU_1 Bag.E


“Cakka...” Ujar Oik kaget.
Orang itu yang tak lain adalah Cakka memberhentikan langkahnya namun ia bergeming di tempatnya. Cakka tak menoleh.
Oik meninggalkan Dayat yang masih bingung dan segera berlari mendekati Cakka. Lalu menepuknya pura-pura tidak terjadi apa-apa. “Eh, Kka. Loe kok masih di sini sih? Tadi katanya ada urusan.” Oik tersenyum kikuk.
Cakka menghela napas. “Ya, ini gue mau pulang.” Jawab Cakka dingin. Cakka menatap lurus ke depan tak sanggup melihat Oik.
Oik menangkap sikap dingin Cakka terhadap dirinya. “Oh. Tapi kenapa tadi lari? Mana motor loe Kka?” Tanya Oik lagi.
“Ada. udahlah gue mau pulang.” Tanpa menunggu jawaban lagi dari Oik, Cakka segera melangkahkan kakinya meninggalkan Oik yang masih dengan pikiran kacaunya. ‘Kenapa Oik gak peka banget sih. Gue kecewa Ik, sama loe.’
‘Aduh, gimana ini? Apa tadi Cakka cuman lewat aja atau malah udah denger semua percakapan gue sama Dayat ya? Kalau iya gawat dong. Jangan-jangan Cakka....’ Oik baru ngeh waktu tadi mengingat ucapan Cakka sangat dingin padanya. ‘Cakka pasti marah. Oik!! Loe jadi orang kok tolol banget sih, Cakka pasti salah paham sama loe Ik! Gara-gara tadi dia ngeliat Dayat.’ Oik merutuki dirinya sendiri, kenapa tadi dia nggak peka banget.
Saat Oik akan berlari mengejar Cakka, tiba-tiba sebuah tangan yang kuat menahannya.
“Kamu mau kemana?” tanya Dayat sambil mengernyitkan dahinya.
“Ah, Dayat lepasin! Loe gak perlu tahu deh gue mau kemana.” Dengan sekuat tenaga Oik mengibaskan tangan Dayat. Terlepaslah tangan kokoh itu dari lengannya.
“Eh, gue ikut!”
“Gak usah!” Oik berlari meninggalkan Dayat. Namun baru lima langkah, Oik berbalik lagi menghampiri Dayat. “Jangan ganggu hidup gue lagi, please!”
Setelah mengucapkan kalimat itu, Oik langsung berlari meninggalkan Dayat. Ia berusaha berlari dengan sekuat tenaganya, untuk bisa mengejar Cakka.
Namun waktu sampai di tempat parkir, Oik melihat Cakka yang baru saja berlalu dari hadapannya tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya. Muka Cakka tertutupi dengan helm full facenya. Jadi Oik tidak bisa melihat ekspresi muka Cakka saat ini.
Bahu Oik tiba-tiba saja terkulai dengan lemas. Menatap kepergian Cakka dengan tatapan nanar.
Akhirnya Oik pun meninggalkan sekolahnya dan memutuskan untuk pulang ke rumah.
***
Keesokan paginya –
Oik telah menunggu Cakka di depan kelasnya dengan ditemani Ify mengobrol. Tak lama kemudian orang yang ditunggu-tunggu datang juga. Cakka datang bersama dengan Ozy dan Ray. Mereka terlihat sedang mengomongkan hal seru.
“Ik, Cakkanya udah dateng tuh. Cepet gih samperin! Aku percaya kok sama kamu. Go Oik, go!” Ify memberi semangat untuk sahabatnya ini.
“Doa’in ya, Fy.”
“Sip” Ify mengedipkan sebelah matanya.
“Cakka” panggil Oik dengan senyum mengembang.
Ozy, Ray, dan Cakka pun tersadar. Tiba-tiba saja raut wajah Cakka kembali keruh.
“hay Oik.” Sapa Ozy dan Ray berbarengan.
“Hay, Zy, Ray.” Oik membalas sapaan mereka dengan senyum. “Bisa...”
“Mau ngomong sama Cakka ya? Ya udah deh, gue sama Ray masuk dulu ya.” Ozy yang mengerti, langsung menyela. “Ayo Ray. Kita masuk aja! Masih ada yang mau berduaan nih.” Ozy mengedipkan matanya sambil tersenyum jahil.
“Ayo, Zy.” Ray membalas candaan Ozy. Ray menggandeng tangan Ozy dan masuk ke dalam kelas.
Setelah kepergian Ozy dan Ray, tiba-tiba saja suasana menjadi hening dan mencekam. Cakka mencoba bersabar menunggu Oik ngomong.
“Gue.... Gue... Gue bisa jelasin, Kka. Kemarin itu nggak seperti yang loe bayangin.” Oik menghela napas, otaknya terus berfikir untuk mencari kata-kata yang tepat. Karna jika salah ucapan sedikit saja, semuanya akan tambah runyam. Dan Oik tidak mau itu, tidak mau hubungannya dengan Cakka hancur.
“Emangnya apa yang mau dijelasin?” tanya Cakka dingin.
“Tentang kemarin.”
“Kemarin yang mana?”
“Gue tahu Kka, gue salah. Selama ini gue udah bohong sama loe. Bukan maksud gue untuk ngelakuin itu sama loe. Tapi keadaan yang memaksa.”
“....”
“Oke, Kka. Dalam hal ini gue yang salah.  Gue udah ngomong sama loe, Dayat udah mati karna OD. Itu semata-mata untuk... ya, karna gue mau ngelupain semua tentang dia. gue nganggap dia sudah mati, biar gue bisa hidup tenang, dan kini gue pindah ke Jakarta.” Jelas Oik panjang lebar.
“Terus apa hubungannya sama gue?”
“gue tahu loe marah sama gue gara-gara ini. Iya kan?”
“Loe tahu nggak? Loe itu jahat banget Ik! Gue kecewa banget sama loe. Padahal selama ini gue berusaha untuk jujur, karna gue...” tiba-tiba saja Cakka berhenti berbicara.
“Loe kenapa?” tanya Oik lemah.
“Udahlah lupain aja!” Cakka berlalu dari hadapan Oik.
“Cakka tunggu!” Namun Cakka tetap tak menoleh.
-
-
-
Waktu istirahat Oik tak melihat Cakka di kantin. Oik hanya melihat Ozy dan Ray yang sedang makan di kantin tanpa Cakka.
Hari-hari berikutnya pun masih sama saja. Cakka seperti menjauh dari Oik. Sepertinya ia sangat kecewa dengan gadis itu.
Oik sampai tak tahu lagi harus bagaimana. Untuk menangani Cakka.


Oik yang frustasi mencari Cakka, akhirnya kembali dekat dengan Dayat. Dayat dengan gayanya yang meyakinkan, mengajak Oik kembali padanya. Oik pun merasa tak punya pilihan lain. Apalagi Dayat sudah berjanji akan berubah.
“Oik, makasih ya. Kamu masih mau percaya sama aku.” Ujar Dayat suatu hari, saat mereka sedang jalan bareng.
“Iya, Day. aku akan kasih kamu kesempatan untuk berubah. Karna setiap manusia dalam hidupnya pasti memiliki kesempatan itu.” Oik tersenyum.
Dayat meraih Oik, mendekapnya erat. “Aku senang Ik, bisa bareng-bareng sama kamu lagi kayak gini. Aku janji akan berubah demi kamu.” Ia mengecup kening Oik.
Dayat menegakka tubuh Oik. “Oik, kamu mau nggak ikut aku ke Bandung?” tanya Dayat.
“Maaf Day, kalo itu aku nggak bisa. Mama aku ada di sini. Dan kayaknya aku nggak bakalan pindah ke sana lagi deh.”
“Kalo gitu, kita ke sana weekend ini aja. Ayolah Ik, please. Hitung-hitung liburan.” Dayat memohon dengan muka memelasnya.
“Gimana ya?” Oik tampak berpikir.
“ayo mau dong..”
“Iya deh, nanti aku coba untuk ngomong sama mama.”
“Yey... makin sayang deh sama kamu, Ik.” Dayat kembali memeluknya.
-
-
-
Pagi ini Oik ijin, ia menggunakan waktu itu untuk membereskan bawaannya. Siang ini dia dan Dayat akan pergi ke Bandung. Lagian juga benar apa kata Dayat, ia harus mengistirahatkan otaknya sejenak. Oikterlalu penat untuk berpikir, apalagi masalah yang dihadapinya akhir-akahir ini dengan Cakka. Cakka yang tiba-tiba saja menghilang.
Lagu You Belong With Me –Taylor Swift mengalun dari HP Oik. Menandakan panggilan masuk.
“Iya, Day”
“Kamu masih apa?” tanya suara diseberang yang tak lain Dayat.
“Ini aku lagi beres-beres pakaian”
“Ya udah. Sampai ketemu nanti. “


Jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit, namun orang yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang. Bahkan bel telah berbunyi lima menit yang lalu. Tak biasanya Oik kayak gini. Ify dan Aren yang satu kelas dengan Oik pun jadi kebingungan.
“Aduh Fy, loe dari tadi ngapain sih bolak balik gitu. Gue yang ngeliatnya pusing sendiri tau nggak?” protes Aren dari tempat duduknya. Untung saja Pak Tegar guru Fisikanya belum masuk.
Akhirnya Ify kembali duduk di tempat duduknya yang sebelahan dengan Aren. “Gue khawatir terajdi sesuatu sama Oik. Gue nggak tahu nih, feeling gue mengatakan Oik sedang dalam keadaan...”
“Sssttt! Fy, loe jangan ngomong yang enggak-enggak dong ke Oik. Doa’in kek, tidak ada sesuatu yang terjadi dengan Oik. Loe tenang dulu, kita positive thinking aja ya.” Ujar Aren menenangkan.
“Ya udah deh.” Ify tersenyum.
“Gitu dong.”

‘Duk,duk,duk’ Alvin terus memantulkan bola basketnya. Basket sudah menjadi makanan pokok bagi Alvin yang notabennya adalah kapten basket sekolah. Orang kepercayaan bagi para anggotanya dan juga Pak Rahmat guru Olah raganya.
Tree point.
Lagi-lagi Alvin berhasil memasukkan bolanya.
“Vin, udahan ya. Gue capek nih.” Keluh salah satu pemain, cowok jangkung bermata belo. Dia adalah Deva.
“Ah elo mah gitu, Dev.” Timpal temannya lagi yang masih terus bermain-Rizky-
Sedangkan Alvin tidak peduli dengan apa pun. Ia tetap berkonsentrasi dengan bola basketnya.
Deva berjalan menepi lapangan, duduk di bangku penonton tempat mereka menaruh barang-barang. Saat mengambil handuk tak sengaja Deva melihat sebuah BB berkedip-kedip. kalau tak salah milik Alvin.
“Ini BB kan milik Alvin. Ceroboh banget tuh bocah taruh HP sembarangan.”
“Hai, Dev.” Sapa seseorang dari belakang.
Sontak Deva menoleh, “Eh, Shilla. Mau nyari Alvin ya?” tanyanya sambil tersenyum.
“Iya, nih. Dev, bukannya itu BB Alvin ya? Kok ada di kamu. coba deh sini aku liat.” Tanpa menunggu Deva mengeluarkan kata-kata, BB itu sudah pindah ke tangan Shilla.
“Eh, itu....” Deva tergagap karena tadi ia sempat melihat siapa yang menghubungi Alvin.
“Tenang Dev, gue bakalan kasihin ke Alvin kok. Udah sono main lagi.” Ujar Shilla meyakinkan.
Deva bimbang antara mau ke lapangan lagi atau tetap di situ.
Tak berapa lama BB Alvin berbunyi kembali. Tanpa berpikir panjang lagi, Shilla mengangkatnya.
“Beb, kamu masih di mana sih? Aku cariin dari tadi juga.” Ujar suara cewek di seberang dengan nada yang manja.
Shilla yang mendengarnya shock. “Eh, lo salah sambung ya!” sembur Shilla memutuskan panggilan.
Tapi lagi-lagi HP itu berbunyi.
“Apaan?!” sembur Shilla.
“Loe siapa? Bukannya ini Hpnya Alvin? Alvinnya mana?” cerocos suara di seberang.
“Gue ini pacarnya! Puas loe?” Shilla mematikan lagi.
Saat Shilla berbalik, di belakangnya sudah ada Alvin. Ia sudah selesai dengan kegiatannya. Dengan pandangan datar Alvin segera merebut Hpnya dari tangan Shilla.
“Loe apa-apaan sih?”
“Gue? Loe itu yang apa-apaan! Siapa cewek tadi? Reva?” Shilla mengernyitkan dahi.
“Dia pacar gue.”
Mulut Shilla menganga seketika. Tapi hanya dibalas senyum sinis Alvin.
“Kenapa? Gak suka?”
“Al... tapi kan gue..?”
“Kalau loe gak suka, mulai sekarang kita putus!” Setelah mengatakan itu Alvin mengutak atik Bbnya dan pergi diikuti teman-temannya. Tidak menghiraukan Shilla yang masih shock dengan semua ini.


‘Teng-teng-teng’ Bel pulang sekolah berbunyi. Saatnya semua siswa-siswa pulang ke rumah masing-masing. Apalagi didukung dengan panasnya terik matahari.
“Kka, loe denger kan? Tadi Ify sama Aren bilang kalau Oik nggak masuk hari ini. Kira-kira dia kemana ya? Loe sendiri nggak tahu?” tanya Ray.
“Iya, nih Kka. Loe nggak mau cari tahu apa dia kemana? Ntar kalau Oik ilang gimana?” Ozy shock dengan pikirannya sendiri yang langsung mendapat satu jitakan dari Ray. “Ish, sakit tau Ray!”
“Habis loe mikirnya begituan.”
Saat mereka bertiga sedang asyik dengan pikiran mereka masing-masing tiba-tiba saja suara cewek membuyarkan pikiran mereka semua.
“Cakka.” Panggil suara itu.
Cakka yang merasa di panggil namanya segera menoleh. Tapi tiba-tiba ia jadi males saat ia ketahui orang tadi Shilla.
“Ada apa?” tanya Cakka.
“Aku mau bicara sama loe Kka.”
Cakka menatap Ray dan Ozy yang hanya disahuti dengan angkat bahu. “Mau ngomong apa? Udah cepetan di sini aja!”
“Nggak bisa. Aku maunya cuman kita berdua aja.”
Ozy dan Ray yang mengerti mereka pun pamit ke Cakka. “Kka, kita pamit pulang dulu. Hati-hati sama mak lampir!” :p Ujar Ray sambil melirik Shilla.
Cakka hanya mengangguk, mereka berdua langsung ngacir saat Shilla melotot.
“Cepetan mau ngomong apa?”
“Gue mau minta maaf, Kka. Sama kamu. Kamu mau nggak maafin aku?” Tanya Shilla. “Aku nyesel karna sudah percaya sama Alvin dan mutusin kamu. aku nyesel Kka. Ternyata dia itu Playboy. Dia punya cewek lain. Dan dia lebih milih ceweknya itu daripada aku. Hiks..” Kata Shilla sambil sesenggukan.
“Terus?”
“Terus ya, Lo mau nggak balikan lagi sama gue?” Shilla memohon.
“Kalau soal itu maaf Shill. Gue nggak bisa.”
“Kenapa Kka? Bukannya dulu loe cinta sama gue?”
“Itu dulu. Tapi sekarang udah nggak. Kamu nggak bisa maksa!”
“Siapa? Oik cewek junkiens itu?”
“Jaga ya mulut loe! jangan sampe gue berbuat lebih. Loe nggak perlu tahu.” Cakka meninggalkan Shilla begitu saja.


__At Phone
“hallo, Kka.”
“Zy, ajak Ray. Gue mau ke rumah Oik. Perasaan gue nggak enak nih.”
“Oke Kka.”


Tak lama kemudian Ozy dan rombongan sudah melesat ke rumah Oik setelah tadi menjemput Cakka di rumahnya. Ify, Aren dan Acha juga ikut.
“Maaf, kalian siapa ya?” tanya pembantu rumag Oik.
“Kami teman-teman sekolah Oik mbok. Oiknya ada?” tanya Ify.
“Aduh sayang banget non, non Oiknya tadi pamit pergi bawa tas gede gitu.”
“sama siapa mbok?” kini giliran Cakka yang tanya.
“Kalau nggak salah tadi siapa ya? Den Dayat.. iya den Dayat.”
“Mbok tahu mereka mau kemana?”
“Ke Bandung katanya. Tapi mereka nggak mau diganggu.”
“Mbok tolong kasih tau kami, mereka mau ke mana. Please mbok, ini menyangkut keselamatan Oik soalnya. Ayolah mbok, Dayat itu bukan orang baik-baik.” Mohon Ify.
“Masak non? Ya udah deh, kalian tunggu sebentar ayo masuk.”
“Kami di sini aja mbok.”
Mbok Nah pun segera masuk ke dalam rumah. Ia mencari-cari alamat yang tadi sempat ditinggalkan Oik, karna Oik sendiri merasa dirinya belum yakin sama keputusannya ini.
Setelah menemukan alamatnya yang tadi diletakkan di buku telepon, mbok segera memberikannya kepada Ify dan kawan-kawan.
“Makasih ya mbok.” Ujar Ify dan yang lainnya.
“Mbok, titip non Oik ya.”
“Sip lah itu. disini kan ada supermannya.” Ozy dan Ray melirik Cakka menggoda.
Mereka semua tersenyum-senyum sendiri melihat Cakka salting. “Ya udah mbok kami semua pamit.” Ujar Cakka cepat.
“Hati-hati...”
Ozy menyalakan gas mobil,  kali ini dia yang menyetir.
“Eh,kita lapor ke polisi dulu aja zy. Biar kalo terjadi apa-apa Polisi langsung nangkep Dayat gitu.” Usul aren.
“Baiklah kalo begitu.”



Sore hari di Bandung suasananya sungguh sejuk. Angin berhembus pelan, orang-orang berbondong-bondong pulang dari sawah atau perkebunan.
“Gimana Ik suasananya?” Tiba-tiba saja Dayat telah berdiri di belakangnya. Oik menoleh.
“Em, nggak ada yang berubah sih. Tapi aku suka banget pemandangan kayak gini.” Ujar Oik.
Dayat melingkarkan tangannya di pinggang Oik, Oik merasa merinding sendiri.
“Kamu bakalan lihat suasana kayak gini terus kok. Kita bakal hidup bersama selamanya.”
Oik mencium bau alcohol dari Dayat. “Day, kamu nggak lagi mabuk kan?” tanya Oik.
“Nggak kok. Tenang aja!” Ujar Dayat sambil tersenyum. “Ya udah sana kamu mandi dulu, bau tau. Habis ini kita senang-senang.” Oik mengangguk,
Dayat tersenyum sinis saat Oik memasuki kamarnya. Sambil menunggu gadisnya itu mandi, ia membuka kertas yang terdapat bubuk putih. Cowok itu menghisapnya, ‘Habis ini kamu bakalan jadi milikku selamanya Oik.’ Batinnya. Cowok itu tersenyum-senyum sendiri.


Oik yang baru saja selesai mandi, ia merasa badannya segar kembali. Sore ini Oik memakai hem lengan pendek dan celana panjang. Oik masih sibuk mengeringkan rambutnya saat ada suara ketukan pintu di depan kamarnya.
“Iya, bentar.”
“Kamu udah selesai mandinya?” tanya Dayat. Oik hanya mengangguk dan tersenyum. Tiba-tiba saja Dayat mendekatkan badannya ke Oik, Oik yang merasa aneh segera menyingkir.
“Oh, ya Day. makan yuk!” Ajak Oik. Gadis itu berlalu ke arah dapur.
Namun dayat mencekal tangannya. “Kamu jangan pura-pura gitu deh.” Dayat mulai dengan rayuannya. Tangan kanannya menyentuh wajah Oik. “Kamu nggak berubah ya Ik. Aku makin cinta deh.”
“Day, kamu mau ngapain?” tanya Oik agak ngeri.
Dayat memeluk Oik dari belakang, tangannya melingkari pinggang Oik erat sampai Oik bisa merasakan deru napas Dayat di belakan telinganya.
Oik mencoba melepaskan tangan Dayat dari pinggangnya. Setelah berhasil melepaskan Oik menjauhi Dayat, namun Dayat tetap mengejarnya.
“Dayat kamu jangan macem-macem ya!”
“Aku nggak macem-macem kok, Ik. Aku cuman mau satu macem aja dari kamu.” Senyumnya terkembang.
Tiba saja Oik menginjak sebuah kertas. Ia seperti mengenali kertas ini, kertas yang digunakan untuk membungkus sabu-sabu.
“Dayat, kamu ngobat? Kamu belum berubah, Day. aku kecewa sama kamu!” Oik kini merasa asing dengan suasana ini.
“Terserah kamu mau ngomong apa. Yang penting sekarang kamu nggak bisa lari lagi dari aku. Ahhahaha...” Dayat tersenyum puas.
“Selama aku masih hidup kamu tidak akan pernah bisa!” Setelah mengatakan itu, Oik merasa ia salah berkata.
Oik terus mundur. “Kamu nggak bisa lari, Ik!”
“Jangan Day, please.” Oik memohon. Namun Dayat terus mendekatinya.
Oik menabrak tembok, ia sudah tidak bisa berlari lagi. Oik terus berdo’a agar bantuan segera datang.
“Kalau gini, kamu bikin aku gemes deh Ik.” Dayat menoel pipinya. Namun segera Oik tepis. Saat Dayat akan menciumnya, Oik segera memukul Dayat. Namun kakinya di jegal Dayat.
“Please Day, jangan sentuh aku.”
Kali ini Oik sudah kehabisan tenaga, Ia telah terjatuh dan tak bisa berdiri lagi. “Tolong!!! Tolong!!!” Teriak Oik.
“Percuma, nggak akan ada yang mendengar.” Dayat menindih tubuh Oik, saat cowok itu akan menciumnya lagi, tiba-tiba saja..
‘Dug’ Dayat jatuh tersungkur di samping Oik. “Ayo Ik, pergi!” seru Cakka.
“Cakka, kamu..” Cakka segera membantu Oik berdiri.
“Cepetan kamu keluar! Di luar sudah ada Ify, Aren, dan Acha.”
“kamu?”
“kamu nggak perlu khawatir. Kan soal dayat biar aku, Ozy dan Ray yang urus.” Cakka memohon ke Oik.
“Zy, tolong bawa Oik ke depan! Sekarang!”


“Oik kamu tidak apa-apa?” tanya Ify.
“Hiks... Dayat.. tadi mau..”
“Iya Ik, aku ngerti. Kamu yang tenang ya. Di dalam sudah ada Cakka, Ozy, sama Ray.” Ify, Aren, dan Acha masih terus menenangkan Oik. Dan mengelus-ngelus punggung gadis itu. ‘nyaris saja’
“Tapi..”
“Bentar lagi Polisi datang. Udah serahin aja sama kak Cakka! :D” Acha mencoba menghibur.
Tak lama setelah itu polisi datang. Mereka bergerak dengan cepat memasuki rumah Dayat.
Seorang Polisi menghampiri mereka bertiga. “Makasih ya adek-adek. Dayat memang buronan yang sedang kami cari selama ini.” Polisi itu tersenyum berterima kasih.
“Baik pak.” Ujar Aren.
Setelah Dayat di bawa pergi polisi, Cakka, Ozy, dan Ray pun segera keluar menghampiri anak-anak cewek.
“Oik kamu nggak kenapa-kenapa kan?” tanya Cakka khawatir.
“Enggak Kka, ini semua berkat kamu.” Oik terharu. “Kamu sendiri tidak apa-apa? Ini luka kamu” Oik menyentuh pipi kiri Cakka yang agak lebam.
“Au...” Cakka meringis kesakitan. “Nggak apa-apa kok. Aku seneng kamu selamat.” Sesaat kemudian suasana berubah menjadi hening.
“Ik, aku mau minta maaf. Aku udah nggak percaya sama kamu. aku memang bodoh Ik.” Cakka terus menyalahkan dirinya sendiri.
Oik menyentuh tangan Cakka. “Ini semua bukan salah kamu kok Kka. Tapi aku. “
“Enggak Ik.”
“Ya udahlah, jangan nyalahin diri masing-masing. Cepetan woy kangen-kangenannya, durasi nih. “ Ujar Ozy. Mereka semua hanya tertawa.
“Jadi...” Oik menunggu.
“Jadi kamu mau nggak terima aku sebagai pacar kamu? Aku baru sadar ternyata aku mencintaimu Ik, lebih dari apapun. Aku nggak rela terjadi apa-apa sama kamu. aku bakalan relain nyawaku demi kamu. Jangan pergi lagi ya.”
“Aku mau kok. Aku juga mencintaimu Kka. Ih siapa coba yang pergi, orang kamu duluan tuh yang pake menghilang segala.”
“Ih, kamu itu ya.” Cakka mengacak-acak rambut Oik.
“Ais.. Cakka. Berantakan.” Cakka kini merangkul Oik.
“Ekhm.. kita jadi obat nyamuk deh.” celetuk Ray.
“Oh, iya Ik. Asalkan kamu tahu, tadi yang punya ide ini itu Kak Cakka tahu. Dia yang ngotot mau nyari kamu.” Ujar Acha, sedangkan Cakka sudah melotot ke arah adiknya.
“Ampun kak :D”
“Ya udah, mending kita pulang. Udah mau malam nih.” Ajak Oik.
Mereka semua pun mengangguk.
“Asalkan jangan lupa ntar PJ!!!”

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BERAKHIR DENGAN BAHAGIA

Seorang gadis sedang bersimpuh di depan gundukan tanah. Air matanya terus mengalir. Satu persatu orang mulai meninggalkan tempat itu sambil menepuk pundak gadis itu untuk sekedar memberi ketabahan dan kekuatan. Seorang pemuda kini berada di sampingnya. “Oik, kita pulang yuk” Ajak pemuda itu ia merangkul pundak gadis tadi. Namun gadis yang di panggil Oik itu hanya terdiam seakan tak mampu untuk melangkahkan kakinya untuk meninggalkan tempat itu. Untuk sekedar bicarapun sulit. “Nggak Kka. Aku masih mau disini. Kasihan bunda di dalam sana.” Ujar Oik dengan suara parau. “Iya, aku ngerti. Tapi kamu kan masih punya Om Riko. Masih ada Acha dan Sivia sahabatmu dan. Aku” ujarnya meyakinkan. “Kalo gitu kalian pulang dulu aja. Aku masih pingin disini nemenin bunda.” Seorang pria paruh baya datang menghampiri keduanya. “Oik sayang kita pulang ya. Ayah nggak mau kamu gini. Tuh liat Cakka, Acha, sama Sivia. Kasihan mereka nungguin, lagian juga kalo bunda liat kamu gini, dia pasti sedih.”...

SERPIHAN HATI .CAIK.

dimatamu aku tak bermakna , tak punyai arti apa-apa kau hanya inginkanku , saat kau perlu tak pernah berubah Dear diary,         Jatuh cinta sama sahabat sendiri, adalah hal terbodoh yang pernah kulakukan. Harus berapa kali aku merutuki diriku sendiri untuk tak jatuh cinta sama dia. Sungguh menyakitkan saat dilupakan dan tak dianggap sama sahabat, teman kecilku, teman yang slalu ada untukku. Cakka Kawekas Nuraga, nama yang selalu ada di hatiku, orang yang selalu bisa membuatku salting saat bersamanya. Di dunia ini banyak beribu cowok, tapi mengapa aku harus mempunyai perasaan lain terhadapnya? Apa aku salah mencintai sahabat sendiri? Aku tak tahu apa-apa, perasaan itu muncul begitu saja. Aku Oik Cahya Ramadlani, hanya seorang gadis yang baru mengenal apa itu ‘CINTA’ tapi kenapa Cinta Pertamaku setragis ini? *** Seperti biasa Oik berangkat ke sekolah dengan Cakka sahabatnya. Dari kecil mereka selalu masuk dalam satu sekolah. Apa itu yang dinamaka...

Lukisan Cinta Oik -CERPEN-

‘Oek, oek,oek’ akhirnya bayi itu telah terlahir ke dunia. “Selamat ya, pak. Bayi anda laki-laki.” Ujar seorang suster. “Makasih Tuhan, Ih unyu banget deh anak papa. Boleh saya menggendongnya sus?” Pinta Alvin, Ayah dari bayi itu. “Baiklah, pak.” Senyuman lega dari semua orang yang berada di kamar itu tak berlangsung lama sampai Sivia kembali mengaduh kesakitan. “Auh... Dokter perut saya kenapa lagi? Sakit banget ini,” “Sus, ayo sus. Mungkin saya anaknya kembar.” Mereka bertindak dengan cepat, karena melihat keadaan Sivia yang semakin lemah. Alvin memberikan bayinya kepada suster yang satunya lagi, ia kembali mendekat ke arah Sivia untuk membantu memberikan semangat. “Sayang, bertahan ya. Ayolah demi anak-anak kita.” Alvin memegang sebelah tangan Sivia dan menciumnya. “Dok, lakukan yang terbaik dok untuk istri dan anak saya.” “Pak Alvin sebaiknya berdo’a kepada Tuhan, agar proses ini lancar.” Ujar Suster. ‘Oek, Oek, Oek”  suara tangisan bayi kembali terdengar, ...